Thursday, March 31, 2011

karena sampe sekarangpun, kata "rumah sehat" tetep kedengeran konyol.

gw rada heran kalo ada orang yang hari gini masih ngebahas kenapa tempat untuk merawat orang sakit sampe sehat disebut "rumah sakit" di bahasa indonesia. apalagi sampe bawa-bawa kalimat yang bunyinya (approximately, though) kayak gini: "pantesan aja nih negara ga bener-bener. noh, orang sakit dibawanya ke 'rumah sakit'. ya malah tambah sakit! masuknya ke "rumah sehat" aja!"

gw: *dalem hati* haahhh??

mari kita mulai dengan etimologi. *hobi*

kata "rumah sakit" di bahasa indonesia sepola dengan kata-kata yang berarti "tempat merawat orang sakit" pada bahasa-bahasa germanik. *mulai meracau* kan kita pernah dijajah belanda kan ya. mungkin dari situ dapetnya. bahasa belandanya "rumah sakit" itu adalah "ziekenhuis", yang berasal dari "zieke" yg berarti "orang-orang sakit" dan "huis" yg berarti "rumah".

di bahasa-bahasa nordik, dan polanya sama kayak bahasa belanda:
- islandia: "sjúkrahús" = [(sjúkur = sakit) + (hús = rumah) --> "rumah sakit"]
- swedia:"sjukhus"
- norwegia: "sykehus"
- denmark: "sygehus"

sekarang, kembali ke pernyataan si orang yang tak dikenal tadi. kenapa malah pake bawa-bawa negara coba.. toh belanda, dan negara-negara nordik yang gw sebutkan juga berkata "rumah sakit".. dan, melihat laporan human development index tahun 2010, gw berani bilang negara-negara itu tetep bener-bener aja walaupun bilangnya "rumah sakit"..

plus, secara empiris, walaupun ada kemungkinan laen, umumnya orang yang baru mendapatkan perawatan di rumah sakit bakal merasa baekan.. or at least, (seharusnya) keadaan yang lebih buruk bisa tercegah.

so, sekarang, yang jadi pertanyaan gw, kenapa kata "rumah sakit", yang sudah kita gunakan berabad-abad, tiba-tiba di "challenge"? mengapa berteori kalau orang sakit ditaro di rumah sakit malah tambah sakit? apa ini berhubungan dengan "selalu berpikir positif" thing? please.

kalo gitu, sebagai orang yang "tidak berpikir positif", gw juga punya teori. orang tadi yang pasti "berpikir positif" menganggap kata "sakit" itu "negatif", dan mencoba menggantikan yang negatif dengan yang positif, "sehat".

buat gw, kalau memang "sakit" itu "negatif", dan "rumah sakit" itu berarti juga "negatif", wajar aja orang sakit masuk ke rumah sakit. karena mereka tau, di matematika, "negatif" dikali "negatif" hasilnya "positif". orang sakit masuk ke rumah sakit jadi sehat. empirically true. i can't find those things making no sense though.

***

what i am trying to say is, jangan cepet-cepet men-judge suatu kata menjadi hal yang negatif cuma karena kata itu mengandung "feel" yang negatif. selama gw belajar bahasa, kata-kata gak dibagi berdasarkan "negatif" atau "positif", tapi mungkin "maskulin", "feminin", atau "netral" (itu namanya grammatical gender, dan hentikan sebelum gw meracau tentang ini).

buat gw, naturally, "feel" itu berasal dari dalam diri kita, dan bukan ada dalam kata-kata. put those feelings right, untuk menghindari berkata sesuatu yang mungkin jatoh sebagai ga bijak buat orang laen. dan ga usah repot-repot mengganti yg sudah ada dengan yang baru kalo yang baru itu rada absurd, in a "negative" way. i mean, really, "rumah sehat"? sama anehnya kalo ngedenger kata "warung remang-remang" dirubah jadi "warung gemerlap". *salah analogi ah* *kabur*:D :D :D

Wednesday, March 30, 2011

kenapa "best before" bukannya "worst after"?

originally posted on http://autregenre.multiply.com/ on 10th november 2010

***

sering liat kan di kemasan makanan gitu? misalnya di bungkus roti atau biskuit atau minuman kaleng atau sayuran dan buah-buahan kaleng atau lain-lainnya?

so gini cerita (singkat)nya. gw beli roti, karena gw demen bikin roti bakar pake mustard, saus tomat, plus keju.. yummy banget dah. cuman, berhubung dapur di kosan gw di atas, (jalannya dari kamar gw udah berasa jalan kaki dari jakarta ke mekkah.. *lebay*), gw jadi males masaknya.

itu roti gw taro kulkas.. dan kira-kira 9 hari kemudian, gw dilanda laper jam setengah tiga pagi.. dan gw gak mau ngewarkop karena takut darting gw kumat. akhirnya gw hiking ke lantai atas dan mengambil roti itu dan asal oles saos tomat dan sisipin keju *tanpa di grill.. hiks*

dan di tengah-tengah makan, gw inget itu belinya udah lama.. gw liat-liat, emang ga ada jamurnya.. gw cek bungkusnya.. memang udah "agak" lewat dari tanggal "best before"-alias-"baik dikonsumsi sebelum"-nyah.

gw meneruskan makan, karena gw pikir, itu kan "best before" tanggal sekian. soalnya, dengan "best before", sense yang gw tangkep adalah:


setelah tanggal sekian itu, si produk memang sudah nggak "best" tapi masih "good". karena naturally dari "best" ke "worst" itu perlu tahapan. walaupun si perusahaan produsen bermaksud untuk berkata, setelah tanggal sekian itu, si produk sudah tidak lagi edible atau consumable.


menurut gw, kata yang pas, jika dalam hal ini tanggal tersebut menggambarkan tanggal kedaluarsa, itu adalah "worst after" alias "TIDAK baik lagi dikonsumsi setelah". mengapa? karena gw pikir, produk itu, dalam kasus gw roti, the best-nya adalah saat dia baru bener-bener keluar dari oven dan secara bertahap kualitasnya berkurang dan hingga pada tanggal tertentu mencapai puncak kerusakannya dan SETELAH tanggal tersebut, makanan tersebut mencapai kondisi gak bisa dimakan, which is, the worst!


dan mengapa mereka menggunakan "best before"? itulah yg menjadi pertanyaan gw. apakah karena pencitraan? kesannya kalo best itu punya aura positif dan worst itu punya aura negatif gitu?

gw rasa, dengan analisis (ngaco) yang gw bangun itu, pencitraan itu justru rada memutarbalikkan fakta.. ya ga sih? siapa tau aja yang punya interpretasi kayak gini di dunia ini gak cuma gw (at least, nyokap gw berpikir demikian).. bukan gak mungkin kan?

dan bukan gak mungkin kan, dari misinterpretasi "kecil" kayak gini terjadi masalah yg sifatnya kumulatif?


untungnya, gw masih gapapa sampe saat ini, mungkin karena memang tanggal yang tercantum setelah "best before" itu ternyata tidak menggambarkan "tanggal kadaluarsa" dan interpretasi gw nggak salah.

(atau cuma sekedar gara2 gw masukin kulkas yang berakibat men-deny berlakunya statement tanggal "best before itu")

 dan rencananya tuh roti mau gw abisin malem ini, supaya makin lama. hehehehe.. moga2 aja besok paginya gw masih idup.. belom kawin bok.. masi perjaka nih.. ahahahahha

tiap orang memang beruntung (secara linguistik... :P)




originally posted on http://autregenre.multiply.com/ on 28th december 2010

***

(gambar dari sini)
karena gw lagi libur jadinya gw punya banyak waktu untuk meladeni hobi gw yang gak jelas ini (dan terkadang gw sadar ini gila).. dan belakangan ini gw sempat melirik bahasa denmark..

gw mengamati sebuah percakapan dasar di sebuah situs pelajaran bahasa denmark, dan menurut gw, bahasa denmark, secara gramatis lebih mudah daripada sepupunya yang gw kenal, bahasa islandia.

tapi.... eits, ade tapinye nih.

memang, di situs tersebut, disebutkan bahwa grammar bahasa denmark kurang lebih menyerupai grammar bahasa inggris, dan terkadang lebih mudah.. namun... pronounciation-nya sukses membuat gw gila.

karena, seperti inggris, pengucapannya tidak sama dengan tulisannya. plus aturan-aturan sarap lainnya seperti tiga jenis "d" dalam bahasa denmark (d keras, d 'silent', dan d halus--fak!) dan lainnya, tidak seperti bahasa islandia, yang cara membacanya kurang lebih sama dengan tulisannya..


dan gw berpikir,
"well, kayak gw mau belajar bahasa inggris aja kalo gitu... but..."
"where did i get my english pronunciations from, anyway?"
"i guess i got it *almost* naturally, for i 'studied' english since i was in kindergarten"...


dan akhirnya gw berpikir lebih jauh.. (yeah gw memang kebanyakan mikir... *cari tongkat lagi*)

ternyata para native speaker tiap-tiap bahasa adalah orang yang sangat beruntung.

ketika orang-orang bersusah payah mempelajari bahasa mereka, berupaya agar setiap katanya benar dan sesuai kaidah, mereka melakukannya dengan sangat mudah, hanya dengan alasan: mereka terlahir dengan bahasa tersebut..

yah seperti gw yang belajar bahasa islandia.. di mana gw harus mendeklinasi--artinya, setiap nomina (kata benda) berubah sesuai posisinya dalam suatu kalimat--dan gw harus (katakan saja) menghapal pola deklinasi yang tak disangka-sangka ada 73 pola banyaknya...

sementara orang islandia asli bisa langsung tahu..... begitu saja. yak karena mereka orang islandia.
doesn't that hurt?! :D

***

apalagi kalo udah ngomongin bahasa vulgar. makin setres. soalnya setau gw bahasa vulgar itu adalah bahasa yang kotor, 'pasaran', dan rada-rada thoughtless karena langsung lepas begitu aja.. well, at least, di bahasa kita, dan bahasa inggris juga, kata-kata itu memang keluar gitu aja..

tapi kalo bahasa dengan konjugasi dan deklinasi???? bisakah untuk gw, ketika gw ingin menggunakannya, gw bisa tetap thoughtless?

masa iya gw mau ngatain orang yang sukses bikin gw marah tanpa mikir dulu konjugasi imperatif dan deklinasi akusatifnya dulu...?

but again, para native speaker itu langsung tahu bagaimana mengatakannya langsung, dengan 'lega'.

***

begitu juga halnya dengan bahasa daerah kita.. masalah utamanya mungkin perbendaharaan kata yang cukup ekstensif.

misalnya, gw pernah ngobrolin tentang 'jatoh' dalam bahasa sunda dengan temen serumah sakit jiwa gw ijal, dan dia bilang ke gw kalo di bahasa sunda itu, kata 'jatoh' diterjemahkan ke banyak kata, tergantung bagaimana dia jatohnnya.. =_=a

misalnya, tisoledat kalo jatohnya kepeleset, tisareuleu (or whatever) kalo jatohnya kepeleset tapi jauh, tijurahroh kalo jatohnya gimana tau dah, dan tikosewad lebih ga tau lagi.. :D... dan masih banyak lagi sepertinya :D

atau gw pernah nanya temen-temen gw yang (ternyata mayoritas) berbicara bahasa jawa sebagai first language.. mereka ngasih tau gw kalo ada empat kata berebeda untuk mengatakan, contohnya "makan", di mana empat kata itu menggambarkan tingkat kesopanan yang berbeda-beda (sorry gw lupa apa ajah.. eehhehehe)

katakan gw memiliki 100,000 kata dalam perbendaharaan kata bahasa kreol melayu betawi gw, dan ketika harus belajar bahasa jawa, mungkinkah gw harus menghapal 400,000 kata dalam bahasa jawa? gw pikir mungkin.. dan gw pikir itu cukup untuk membuat kepala gw berasap.

***

so yeah, again, those native speakers of any language are very lucky. selamat buat orang yang memiliki bahasa, sebuah anugrah yang luar biasa.

dan gw, sebagai orang indonesia, sebagai penutur asli bahasa indonesia (gw ga tau bahasa indonesianya native-speaker apaan.. itu bukan sih? *digebugin orang pusat bahasa), gw merasa sangat beruntung juga..

karena...

- bahasa indonesia itu adalah bahasa yang menyatukan 200 juta orang lebih dengan sekitar 700 bahasa daerah (source: di sini), (tapi kayaknya belajar bahasa daerah perlu juga ya.. biar hormat)

- tata bahasa indonesia tuh jauh dari tata bahasa indo-eropa, keluarga bahasa yang paling banyak digunakan di dunia, dan mereka pasti bingung kalo harus dihadapkan dengan cara kita membentuk kalimat, tapi kita mengerti tanpa susah payah.

- seekstensif apapun kosakatanya, bahasa indo itu biasanya visual (dan onomatopoeic) , dan sangat mungkin bertambah kosakata-kosakata baru tapi orang-orang bisa dengan gampang ngerti (misalnya digeprak - dimemarkan, dibejeg - ditumbuk, ngejeblak - terbuka lebar, empot-empotan - terseok-seok, gebras-gebres - bersin-bersin, dst lah).. sedangkan orang bule mesti pake keder dulu. ----> ini paling wah! :D

- bahasa indo itu bebas konjugasi dan deklinasi... pastinya. (fakta paling melegakan)

- bahasa sehari-harinya terus update dan gw bisa langsung tau arti, or at least, maksudnya.


***

well, peace everyone! :)

Tuesday, March 29, 2011

first post: so who's this "fjalar" guy??

this is it, my first post.

out there everyone starts with introduction, and i guess, so do i.

my real name (can be seen over there in that "about me" box) isn't really "fjalar". "fjalar" is an icelandic name, which i found sounding very ticklishly good in my ears so i decided to use it as my nicks almost everywhere. 

so why icelandic?

actually i am an indonesian, live in jakarta and commute a horribly long way from home to campus to and fro. back when i was in my second year of high-school i heard the ever-famous icelandic electronica singer björk for the very first time and i instantly fell in love with her and her music. i also saw the video clip for her song "jóga" which i assume was about her icelandic heritage, and the graphics shown in the video depicts icelandic natural beauty.
then i started to search things about iceland and also "took a peek" to the icelandic language which i found ridiculously beautiful, then i made going to iceland is one of my lifetime goal and start adopting "fjalar" as my nickname.

so what does this "fjalar" do? 

actually i have started a blog somewhere not here. there i was just another diarist mumbling over the worldwide web. i study foreign languages, and there i am, reading about conjugation and declension and suddenly get an insight and be able to relate what i learn with the events of my real life... how is that even possible? i can't really tell, but that's what i have been posting down there at my another blog. plus weird observations about culture and bragging of my vegetarianism, and (seriously) amateur(-ish) review on music. and maybe i'll do that here, too. :D 

and what language does this "fjalar" speaks? 

i am an indonesian, thus my native language is indonesian language. but i have been exposed to anglophone media since i was like four. so i speak english a lot. i feel very comfortable writing blog entries in (spoken style) english. but i'll post mostly in my native indonesian, for, heaven knows, if my prof happens to drop by and read things, he will think i do not appreciate my native language and heritage. hello there, sir. :P the bad thing is, i'll mix up many, many, many foreign words in my indonesian writing. i fail a lot of time in my indonesian language class.

i just wish i won't abandon this blog much.